Sabtu, 28 September 2013

Sosiologi Ekonomi

DISKUSI KELOMPOK
1.       Apa perbedaan ilmu Ekonomi & Sosiologi?
2.       Menurut anda,dimana letak kegagalan ilmu ekonomi dalam menjelaskan & memahami perilaku ekonomi masyarakat? Sebutkan dengan contoh yang relevan !
3.       Apa beda dengan fokus kajian sosiologi ekonomi di era masyarakat modern / kapitalisme awal?

JAWAB
1.                  
 Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku individu dan masyarakat dalam membuat pilihan (dengan atau tanpa uang) dalam memenuhi kebutuhannya menggunakan sumber-sumber atau alat pemuas kebutuhan yang terbatas dengan cara atau alternatif terbaik untuk menghasilkan barang & jasa.
Ilmu Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan atau ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antar manusia dalam kelompok-kelompok serta mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Memang benar ilmu ekonomi dan sosiologi sama-sama membahas menganai manusia dan masyarakat tetapi Ilmu ekonomi lebih menjelaskan bagaimana perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya sedangkan sosiologi menjelaskan hubungan yang terjalin diantara masyarakat tersebut.
Pemikiran atau mazhab Klasik menekankan ilmu ekonomi lebih pada homo economicus yang menekankan bahwa individu selalu digerakkan semata-mata oleh kepentingan pribadi atau motifnya untuk mendapatkan keuntungan. Dimana manusia diasumsikan sebagai sesuatu yang lepas dari kontek sosial secara keseluruhan dan tindakan manusia lebih pada tindakan instrumental yang melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu.
Sedangkan dalam ilmu Sosiologi juga dibahas tentang perilaku ekonomi yang berdimensi sosial. Dalam sosiologi, perilaku sosial merupakan perilaku manusia yang bersifat kompleks, interaksi dan tidak berdiri sendiri.

2.        
a.       Salah satu kelemahan mendasar ilmu ekonomi konvensional, bila diterapkan di Indonesia, adalah ketika menganggap bahwa fenomena ekonomi yang bisa dianalisis hanyalah yang terjadi di pasar atau tentang komoditi yang dipertukarkan di pasar. Bahkan akan lebih fatal jika dibuat “model ekonomi” (matematis) bahwa pasar hanya mengenal 2 sektor ekonomi saja yaitu sektor produksi (dilakukan perusahaan), dan sektor konsumsi (dilakukan rumah tangga). Dengan asumsi yang demikian jelas tidak dikenal adanya pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang bertindak sekaligus sebagai produsen dan konsumen. Dengan demikian tidak benar jika asumsi dasar yang dipakai ilmu ekonomi konvensional bahwa hanya perusahaan saja yang dapat berproduksi dan berinvestasi, sedangkan rumah tangga tidak berproduksi tetapi hanya pandai berkonsumsi, yang juga berarti rumah tangga sama sekali tidak mampu berinvestasi. Orang pergi ke pasar untuk menjual/menawarkan tenaga kerja, tanah, dan modal yang dimilikinya tanpa diberi peluang menggunakannya sendiri untuk berproduksi. Ini jelas anggapan atau asumsi yang keliru. Rumah tangga dalam kenyataan ekonomi Indonesia mampu berinvestasi dari sumber-sumber dana sendiri, yang tidak perlu berasal dari sumber-sumber  pinjaman dari perbankan. Jadi rumah tangga pada kenyataannya juga mampu berproduksi. Maka sangat aneh jika tanpa mengadakan penelitian, ada pakar ekonomi yang berpandangan bahwa “sejak krisis moneter 1997” ekonomi Indonesia memang hanya melakukan konsumsi, tidak ada kegiatan produksi, dan kenaikan konsumsi bangsa yang sangat besar telah dipenuhi dari impor dan penyelundupan (impor illegal)”. Ini jelas pandangan yang keliru.
b.      Ada seorang ahli ekonomi yang berasal dari mazhab Chicago yang bernama Frank Knight yang tidak setuju dengan pendapat mazhab Klasik yang menekankan pada konsep homo economicus yang selalu menekankan padautility maximizer atau lebih menekankan pada hukum permintaan dan penawaran (Supply and demand law). Ia mengatakan bahwa perilaku ekonomi manusia harus dibedakan dengan perilaku benda-benda fisik yang cenderung melihat pada hubungan sebab akibat yang linier dan bisa diukur. Menurutnya perilaku manusia tidak bisa diukur dan selalu mempunyai motif atau intention yang tentunya tidak dapat diukur. Perilaku manusia tidak mudah untuk diramalkan karena ada variabel-variabel tertentu yang bisa menentukan arah gerak motif manusia diantaranya ada otonomisasi tindakan. Knight punya pendapat yang berbeda tentang homo economicus yaitu manusia tidak didorong semata-mata oleh hasrat tetapi mereka merealisasikan atau memanifestasikan nilai-nilai tertentu. Oleh Knight nilai atau value mulai dimasukkan sebagai elemen normatif. Bagi Knight, dalam memilihpun manusia ada value jedgement (keputusan nilai) atau valuation(penilaian). Baginya motivasi individu melibatkan valuation yang berkarakter sosial bukan hanya semata-mata hasratnya saja. Ada dua pendapat Knight yang patut disimak tentang perilaku manusia, yaitu:
a.       Apa yang dipikirkan dalam transaksi ekonomi umumnya untuk sesuatu yang lain. dimana sarana yang dipilih untuk mrncapai tujuan yang diinginkan dan sarana yang dipilih ditentukan oleh value judgement.
b.      Ada sesuatu yang diinginkan demi sesuatu itu sendiri. Itu tidak bisa dikonfigurasikan secara fisik (sebab akibat). Kalau pun ada tentang hal ini maka itu terkait dengan the univers of meaning.
Knight juga mengungkapkan ada tiga interpretasi tentang perilaku orang khususnya yang berkaitan dengan tindakan ekonomi, yaitu:
a.       Bahwa perilaku ekonomi direduksi oleh prinsip-prinsip regulasitas (dasar-dasar statistik)
b.      Perilaku ekonomi dalam kerangka motivasi, tetapi harus dibedakan antara motif dan act yang bukan merupakan konsekuensi logis dari motif.
c.       Dalam tujuan yang diinginkan dari sesuatu tindakan ekonomi itu diserahkan pada evaluasi normatif.
Dari sini jelas bahwa Knight mengkritik mazhab Klasik yang memandang suatu kebebasan sebagai instrument of pleasure dan menolak karakter sosial dari kebebasan.

3.        
a.       Sistem Kapitalisme Awal
Sistem ekonomi lebralis kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke XVII sampai menjelang abad ke XX dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan sumberdaya maupun penguasaan ekonomi dengan tanpa adanya capur tangan pemerintah untuk mencapai kepentingan individu tersebut sehingga mengakibatkan munculnya berbagai ekses negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan kekuatan ekonomi.
b.      Sistem Kapitalisme Modern

Sistem ekonomi liberal kapitalis modern adalah sistem ekonomi liberal kapitalis yang telah disempurnakan. Beberapa unsur penyempurnaan yang paling mencolok adalah diterimanya peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pengawas jalannya perekonomian, selain itu kebebasan individu juga dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan , diantaranya Undang-Undang Anti Monopoli. Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan dengan diberlakukannya peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh sebagai manusia. Serikat buruh juga diizinkan berdiri dan memperjuangkan nasib para pekerja. Dalam sistem liberal kapitalis modern tidak semua aset produktif boleh dimiliki individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak. Pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan. Untuk menghindari kepemilikan yang mencolok, maka diberlakukan pajak progresif. 

Sejarah Pemikiran Ekonomi : Plato & Aristotles.

Sejarah Pemikiran Ekonomi : Plato & Aristotles.
1.       Sejarah Pemikiran Ekonomi Plato
Plato dilahirkan dari kalangan famili Athena sekitar tahun 427 SM. Di masa remaja dia berkenalan dengan filosof tersohor “Socrates” yang menjadi guru sekaligus sahabatnya. Pada tahun 399 SM, saat Socrates berumur tujuh puluh tahun, dia diseret ke pengadilan dengan tuduhan tak berdasar  yang menyebabkan Socrates dihukum mati. Pelaksanaan hukum mati membuat Plato benci kepada pemerintahan demokratis. Tak lama setelah Socrates mati, Plato pergi meninggalkan Athena, ia mengembara selama hampir duabelas tahun. Sekitar tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun. Plato menghabiskan sisa umurnya di Athena, mengajar dan menulis ihwal filsafat. Muridnya yang masyhur, Aristoteles, menjadi murid di akademi pada usia tujuh belas tahun sedangkan saat itu Plato sudah menginjak umur enam puluh tahun. Plato menutup mata pada usia tujuh puluh.
Plato percaya bahwa bagi semua orang (lelaki/perempuan), mesti disediakan kesempatan memperlihatkan kebolehannya selaku anggota “guardian”. Plato merupakan filosof yang pertama, dan dalam jangka waktu yang lama hanya dia yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang kelamin. Pada zaman yunani kuno pembahasan tentang ekonomi masih merupakan bagian dari filsafat, khususnya filsafat oral, dan sering diartikan dengan rasa keadilan serta kelayakan yang perlu diperhatikan dalam rangka penciptaan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata.
Gagasan Plato tentang ekonomi timbul secara tidak sengaja dari pemikirannya tentang keadilan dalam sebuah negara ideal. Menurut Plato, dalam sebuah negara ideal, kemajuan tergantung pada pembagian kerja yang timbul secara alamiah dalam masyarakat, Plato juga membedakan 3 jenis pekerjaan yang dilakukan oleh manusia yaitu, pekerjaan sebagai tentara, pekerjaan sebagai pengatur, dan pekerjaan sebagai pekerja.
Plato juga mengatakan bahwa lapisan masyarakat yang berhak untuk mengejar laba dan mengumpulkan harta adalah kelompok pekerja. Sedangkan kelompok pengatur dan tentara mereka bekerja bukan untuk mengumpulkan harta dan kekayaan, tetapi hanya mengabdi  dan memikirkan pekerjaan mereka. Dengan pembagian kerja dan pembatasan waktu tersebut maka hawa nafsu manusia untuk memperoleh barang dan harta yang sebesar-besarnya dapat dikendalikan, sehingga diharapkan akan tercipta suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Hal lain yang dikemukakan Plato adalah tentang keharusan penganekaragaman pekerjaan dalam masyarakat, sehingga mereka tidak perlu membuat segala sesuatu dengan sendirinya  karena memang tidak mungkin memenuhi kebutuhannya sendiri.
2.       Sejarah Pemikiran Ekonomi Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di Stagyra di Thrace, pada tahun 384 SM. Ayahnya mewarisi kedudukan sebagai dokter pribadi raja Makedonia. Pada umur tujuh belas tahun Aristoteles belajar di akademi yang didirikan oleh  Plato, ia belajar hampir dua puluh tahun hinggai wafatnya plato pada tahun 347SM. Dan terkenal sebagai “Bapak Logika”, (logika, fisika, metafisika, dan etika). Gagasan antara Plato dan Aristoteles terhadap perbudakan sebenarnya sama, hal ini dikarenakan etika Aristoteles pada dasarnya sama dengan etika Socrates dan Plato.
Bila dibandingkan, jika Plato beranggapan,  bahwa mereka yang ditugaskan untuk memimpin negara harus menguasai ilmu hitung. Maka  Aristoteles yang lebih cenderung kearah pandangan filsafat sejarah. Agaknya disini sudah mulai terlihat perbedaan faham antara Ekonomi literal dan Ekonomi kuantitatif , misalnya pada Quesney, dapat kita lihat suatu  kecenderungan yang jelas kearah pandangan kuantitatif, sedangkan pada Adam Smith terlihat kecenderungan kearah pandangan filsafat sejarah. Kini analisa kuantitatif makin lama makin mencapai kemenangan. Dalam bukunya “Negara”, Aristoteles membedakan ; oikonomie (yang mempelajari cara-cara mengatur rumah tangga) dan Chrematistie (yang mempelajari aturan-aturan pertukaran). Dan sebenarnya dapat pula dianggap sebagai pelopor Ekonomi Teoritika.
Menurut Aristoteles, kepala keluarga berusaha agar terdapat pemenuhan kebutuhan sebaik-baiknya dalam lingkungan rumah tangganya. Bilamana Oikos (rumah tangga) yang satu, mempunyai benda tertentu dalam jumlah lebih, maka adalah logis bahwa benda tersebut ditukar dengan benda-benda surplus oikus lainnya. Begitu pula Aristoteles mengadakan perbedaan antara nilai pakai dan nilai tukar dengan manyatakan bahwa sepasang sepatu dapat digunakan (dipakai), tetapi dapat pula digunakan untuk ditukar. Anggapan selanjutnya adalah bahwa baik uang maupun pertukaran yang dimungkinkan oleh uang adalah esensial bagi kehidupan masyarakat
Aristoteles menguraikan uang sebagai benda yang semula diidamkan oleh setiap orang, karena kemungkinan penggunaan-penggunaan yang langsung, dan dengan diterima sebagai suatu alat pertukaran, hal ini disebabkan karena semua orang mempunyai kepastian bahwa uag tersebut dapat dialihkan ke pihak lain, akan tetapi ia menekankan bahwa usaha untuk mencapai uang janganlah dijadikan tujuan. Seperti halnya dalam hubungan membeli dan menjual, bahkan secara lebih spesifik dalam hal meminjamkan uang dengan mendapat bunga modal. Pandangan modern kini adalah bahwa ilmu ekonomi, merupakan sebuah ilmu pengetahuan otonom.

Ilmu pengetahuan sosial kni bersifat faktual secara teknis. Sedangkan konsepsi kuno, pada garis besarnya bersifat filosofis, artinya diorientasikan kearah keseluruhan, dan ditujukan kearah usaha untuk menentukan suatu metode guna mengorganisasi masyarakat dengan bijaksana.

Thomas Jhon Sargent & Christoper Albert Sims, Ekonom peraih nobel Ekonomi Tahun 2011


Royal Swedish Academy of Sciences mengumumkan pemenang nobel ekonomi tahun 2011, dua ekonom Amerika Serikat, yakni, Thomas J. Sargent dan Christoper A. Sims. Kedua profesor di bidang ekonomi ini memperoleh gelar nobel laurate atas kontribusinya dalam riset empiris mereka mengenai penyebab dan dampak dalam perekonomian makro.
Thomas John "Tom" Sargent (lahir 19 Juli 1943) adalah seorang ekonom dari Amerika yang menekuni bidang ekonomi makro,ekonomi moneter dan ekonometrika deret waktu. Pada tahun 2011, ia masuk urutan ke 17 ekonom yang paling berpengaruh di dunia. Ia mendapat hadiah Nobel bidang ekonomi pada tahun 2011 bersama Christopher A. Sims atas hasil penelitian empiris mereka mengenai efek makro ekonomi
Christopher Albert "Chris" Sims (lahir 21 Oktober 1942) adalah seorang ahli ekonometrika dan ekonomi makro. Saat ini ia menjadi profesor ekonomi dan perbankan di Princeton University. Ia mendapat hadiah Nobel di bidang ekonomi pada tahun 2011 bersama Thomas J. Sargent atas hasil penelitian empiris mereka mengenai efek makro ekonomi.
Prof. Sargent terutama sangat terkenal dalam kontribusinya dalam konsep rational expectation dan dinamika kebijakan moneter bersama kebijakan fiskal. Prof. Sims sendiri merupakan pencetus dan pengembang metode vector autoregression (VAR) yang jamak digunakan sebagai alat ekonometri untuk memahami dinamika variabel-variabel makroekonomi. Konsep rational expectation secara umum berpandangan bahwa masyarakat memproses berbagai informasi secara lengkap dan lalu membuat keputusan yang rasional dengan menggunakan berbagai informasi tersebut.
Rational Expectation atau Ekspektasi Rasional adalah hipotesis dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa agen prediksi nilai masa depan dari variabel ekonomi yang relevan tidak sistematis salah dalam bahwa semua kesalahan adalah acak. Ekuivalen, ini adalah untuk mengatakan harapan bahwa agen-agen 'sama nilai yang diharapkan statistik yang benar. Formulasi alternatif adalah bahwa ekspektasi rasional harapan model yang konsisten, dalam arti bahwa agen dalam model mengasumsikan model prediksi yang berlaku. ekspektasi rasional asumsi digunakan dalam banyak model makroekonomi kontemporer, teori permainan dan aplikasi teori pilihan oprational.
Prof. Sargent misalnya menggunakan konsep ini untuk melihat efektivitas dari kebijakan moneter. Ia menunjukkan bahwa jika kita menggunakan konsep rational expectation maka kebijakan moneter tidak memberikan dampak riil pada output perekonomian. Ia juga mengusung pemahaman bahwa kebijakan moneter yang baik harus dibarengi dengan kebijakan fiskal yang baik pula.
Metode VAR yang dilahirkan oleh Prof. Sims berlatar belakang dari pemikiran bahwa sering kali kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perekonomian sebenarnya bekerja. Oleh karena itu, VAR digunakan dengan menggunakan analisa statistik time-series dari dinamika variabel-variabel makroekonomi yang dianggap relevan dalam model. Untuk menggunakan metode ini, beliau juga menegaskan pentingnya perbedaan antara kebijakan yang tereskpektasi dan tidak terekspektasi. Ia membutikan bahwa kebijakan yang tidak  terekspektasi biasanya memiliki dampak yang masif dan dapat langsung terlihat, sedangkan kebijakan yang terekspektasi cenderung lambat dalam menciptakan dampak dan dampaknya lebih moderat.
Sebenarnya ekspektasi rasional teori yang dikembangkan sebagai tanggapan terhadap kekurangan yang dirasakan dalam teori berdasarkan ekspektasi adaptif. Di bawah ekspektasi adaptif, harapan nilai masa depan dari sebuah variabel ekonomi didasarkan pada nilai-nilai masa lalu. Misalnya, orang akan diasumsikan untuk memprediksi inflasi dengan melihat inflasi tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya. Di bawah ekspektasi adaptif, jika perekonomian menderita terus meningkat tingkat inflasi (mungkin karena kebijakan pemerintah), orang akan dianggap selalu meremehkan inflasi. Ini dapat dianggap sebagai tidak realistis - pasti individu rasional cepat atau lambat akan menyadari tren dan memperhitungkannya dalam membentuk harapan mereka
Secara umum, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dalam melihat kondisi Indonesia saat ini dari pemikiran Prof. Sargent yang saat ini mengajar di New York University dan Prof. Sims yang mengajar di Princeton University.
Pertama, kedua nobel laurate ini menekankan pentingnya inklusi ekspektasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Para pembuat kebijakan saat ini sudah seharusnya mampu untuk memilah mana ekspektasi masyarakat dan mana ekspektasi politis. Dan sudah seharusnya ekspektasi masyarakat dijadikan prioritas sebagai panduan dalam membuat kebijakan.
Kedua, pembuat kebijakan juga patut untuk menyadari sifat dari terekspektasinya suatu kebijakan. Pembuatan kebijakan yang tanpa arah yang jelas dan ditemani dengan sosialisasi yang buruk pada masyarakat dapat memberikan dampak yang justru tidak diinginkan. Misalnya pemerintah berharap suatu kebijakan dapat segera memberikan dampak yang massif, namun jika diterapkan dengan berlarut-larut sehingga masyarakat sudah berekspektasi akan kebijakan tersebut bahkan sebelum kebijakan hadir, dampak dari kebijakan bisa jadi tidak hadir sebesar yang diinginkan pembuat kebijakan.
Ketiga, sekali lagi ekspektasi masyarakat itu penting. Oleh karena itu, pembuat kebijakan harus turut mengindahkan faktor-faktor yang dapat membentuk ekspektasi masyarakat. Dari sikap pemerintah dalam menentukan kabinet, keputusan-keputusan bank sentral dalam mengawasi bank sampai celotehan-celotehan wakil rakyat.
Berikut Review Kami Mengenai Tokoh Ekonom Tersebut.
Seperti kita ketahui, ilmu makroekonomi sedang melalui ujian yang ketat dengan hadirnya resesi ekonomi global. Hadirnya krisis ekonomi ini secara langsung memberikan tes pada ilmu makroekonomi apakah teori-teori yang telah dikembangkan selama ini serta alat-alat makroekonometri yang ada masih mampu diterapkan dalam kondisi saat ini dan mampu memberikan arahan kebijakan untuk memperbaiki kondisi perekonomian global.
Ilmu makroekonomi sendiri berbeda dengan ilmu mikroekonomi yang lebih berfokus pada variabel-variabel aggregate dalam ekonomi, misalnya output atau Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi dan tingkat pengangguran.

Menurut opini kami , kami  menekankan pentingnya kebijakan yang terekspektasi  dalam  pengambilan kebijakan, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Walaupun
kebijakan yang terekspektasi cenderung lambat dalam menciptakan dampak, dan dampaknya lebih moderat tetapi menurut kami kebijakan yang seperti ini merupakan kebijakan yang tepat dan pada umumnya telah diterapkan oleh berbagai negara. Kebijakan yang terekspetasi sudah jelas terencana dan tertata dengan baik dalam menjalankan perekonomian secara makro yang mampu mensejahterakan masyarakat. 

Regulasi Perbankan & Pasar Modal

REGULASI PERBANKAN
Pada perusahaan perbankan, segala regulasi yang mengatur seluk beluk perbankan dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang mengatur serta mengawasi jalannya transportasi ekonomi perbankan Indonesia.
Berikut adalah 10 Regulasi Perbankan yang Bertujuan untuk Mereduksi Terjadinya Asymetric Information:
  1. PBI - 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah
.Penyaluran pembiayaan kepemilikan rumah dan pembiayaan kendaraan bermotor perlu diatur mengenai penerapan kebijakan produknya oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) agar tidak terjadi adverse selection bagi nasabah dalam memilih produk syariah mana yang akan ia pilih dalan rangka pembiayaan kepemilikan rumah dan pembiayaan kendaraan bermotor mereka.
  1. PBI - 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
Dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang melakukan penyaluran pembiayaan kepemilikan rumah dan pembiayaan kendaraan bermorot, maka perlu dikeluarkan regulasi ini untuk mereduksi terjadinya asymmetric information baik adverse selection bagi nasabah serta moral hazard bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam menjalankan kegiatan penyaluran pembiayaan.
  1. PBI - 14/9/PBI/2012 tentang Uji Kemampuan Dan Kepatuhan (Fit And Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh persetujuan BI. Uji kemampuan dan kepatutan ini dilakukan setiap waktu yang bertujuan melihat apakah terdapat indikasi permasalahan integritas, kompetensi dan/atau kelayakan/reputasi keuangan. Pertauran ini dikeluarkan bertujuan untuk mereduksi moral hazard bagi para calon dan anggota PSP; calon anggota dan anggota Dewan Komisaris; calon anggota dan anggota Direksi; dan Pejabat Eksekutif dalam menjalankan tugasnya di Bank Perkreditan Rakyat.
  1. PBI - 14/14/PBI/2012 tentang Transparasi Dan Publikasi Laporan Bank. Transparansi kondisi keuangan dan kinerja Bank merupakan salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan informasi (asymmetric information) baik dalam hal moral hazard maupun adverse selection sehingga public dan para pelaku pasar dapat memberikan penilaian yang wajar dan dapat mendorong terciptanya displin pasar (market discipline).
  2. PBI - 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust).
Kegiatan Usaha Bank berupa Penitipan dengan Pengelolaan, yang disebut Trust adalah kegiatan penitipan dengan pengelolaan atas harta milik settlor berdasarkan perjanjian tertulis antara Bank sebagai trustee dan settlor untuk kepentingan beneficiary. Dikeluarkannya regulasi ini oleh BI bertujuan untuk mengurangi adverse selection oleh nasabah dalam memilih program yang tepat untuknya dalam memilih produk yang baik untuk mengembangkan dananya.
  1. PBI - 14/19/PBI/2012 tentang Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program.
Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka Kredit Program dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah berdasarkan perjanjian antara BI dengan BUMN. Dikeluarkannya regulasi ini dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas pengelolaan KLBI oleh BUMN dan penyaluran oleh Bank Pelaksana, perlu memperjelas pengaturan fungsi pengawasan pengelolaan KLBI, sehingga bisa mereduksi terjadinya moral hazard bagi para nasabah.
  1. PBI - 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum Dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.
Untuk tercapainya peningkatan akses kredit atau pembiayaan dari perbankan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu penguatan pemberian bantuan teknis oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kemampuan perbankan dan pelaku usaha. Dikeluarkannya regulasi ini bagus untuk mereduksi adverse selection yang akan dilakukan oleh pelaku usaha kecil menegah.
  1. PBI - 14/20/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah.
Kondisi makro ekonomi dan stabilitas sektor keuangan serta kepercayaan masyarakat terhadap perbankan saat ini semakin membaik, sehingga dipandang perlu untuk menyesuaikan persyaratan bank penerima fasilitas pendanaan jangka pendek. Peraturan ini bertujuan mereduksi terjadinya moral hazard bagi nasabah pada Bank Umum Syariah, dimana pada peraturan ini terdapat beberapa isi pasak yang diubah mengenai pendanaan jangka pendek.
  1. PBI - 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia.
Bahwa struktur perbankan yang kuat dapat dicapai antara lain melalui penataan struktur kepemilikan bank melalui kebijakan Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia. Regulasi ini bertujuan untuk mereduksi terjadinya asymmetric information baik adverse selection maupun moral hazard bagi para pemegang saham pengendali yang beraktivitas di Bank Holding Company.
  1. PBI - 15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan.
Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) adalah lembaga atau badan yang menghimpun dan mengolah data kredit dan data lainnya untuk menghasilkan informasi perkreditan. Dalam rangka meminimalkan asymmetric information untuk mendukung proses pelaksanaan manajemen risiko khususnya risiko kredit oleh lembaga keuangan; menurunkan potensi terjadinya adverse selection dan moral hazard dalam penyediaan dana; mengurangi penurunan biaya akuisisi kredit; dsb. Lembaga ini melakukan kegiatannya di Bank Umum, BPR, lembaga pembiayaan, koperasi, perusahaan perasuransian, dan lembaga atau perusahaan lainnya.
Regulasi Pasar Modal
                Untuk Pasar Modal, regulasi di tangani oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Bapepam adalah sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan.
                Berikut adalah 10 Regulasi Bapepam yang digunakan untuk Mereduksi Assymetric Information :
  1. KEP-334/BL/2007 tentang Perizinan Perusahaan Efek.
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan, kepengurusan dan pengendalian Perusahaan Efek dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan mengenai perizinan Perusahaan Efek dengan menetapkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang Perizinan Perusahaan Efek yang baru. Hal ini di perlukan untuk mereduksi moral hazard yang terjadi dalam perusahaan efek tersebut.
  1. KEP-11/BL/206 tentang Pelaku Agen Penjual Efek Reksa Dana.
dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, mencegah pemberian jasa dan informasi kepada investor yang kurang memadai atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan atau kelaziman berperilaku dalam kegiatan pemasaran dan penjualan Reksa Dana, serta untuk memberikan perlindungan hukum kepada investor, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang Perilaku Agen Penjual Efek Reksa Dana. Hal ini sangat diperlukan dan dipatuhi guna membantu memperkecil kemungkinan moral hazard yang dilakukan oleh agen penjual Efek Reksa Dana.
  1.  KEP-479/BL/2009 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Manajer Investasi.
Untuk Menjamin bahwa Manajer Investasi memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, guna terwujudnya pasar modal yang teratur, wajar dan efisien. Dan bahwa Manajer Investasi memiliki karakter usaha yang berbeda dengan Perantara Perdagangan Efek dan Penjamin Emisi Efek, sehingga diperlukan peraturan khusus untuk Manajer Investasi, dalam hal ini Perizinan Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Manajer Investasi, sehingga tidak sampai terjadi moral hazard.
  1. KEP-460/BL/2008 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Berkala oleh Perusahaan Efek.
Untuk meningkatkan keterbukaan informasi dan akuntabilitas manajemen dan pengawas atas kegiatan usaha Perusahaan Efek, maka dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan mengenai kewajiban penyampain laporan berkala oleh Perusahaan Efek Peraturan Nomor X.E.1. Hal ini bertujuan untuk mereduksi terjadinya adverse selection oleh investor yang akan ber-investasi.
  1. KEP-283/BL/2012 tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi.

Untuk meningkatkan efektifitas pelaporan maupun kualitas laporan Manajer Investasi yang meliputi pengelolaan dana nasabah yang bersifat kolektif dan bersifat individual mengalami peningkatan, baik dari sisi jumlah dana kelolaan maupun jumlah nasabah. Dan bahwa peningkatan efektivitas pelaporan kegiatan Manajer Investasi dapat dilakukan dengan penggunaan sarana elektronik (internet), dengan tetap memperhatikan keamanan dan keandalan sarana elektronik tersebut. Sehingga memperkecil terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Dan menjadi panduan bagi calon Investor agar tidak terjadi Iadverse selection.

Asimetris Inflasi & Pengangguran

Pendahuluan
            Jumlah orang yang mengaggur adalah jumlah orang dalam suatu negara yang tidak memiliki pekerjaan dan tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Hal ini dengan mudah dapat dijadikan presentase dengan mengaitkan antara jumlah pengangguran dengan jumlah orang dalam angkata kerja.
            Inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Ini diukur dengan mengambil rata – rata tertimbang semua produk konsumen (fekuensi pembelian) dan menganalisis tren keseluruhan harga. Hal ini sering disebut CPI atau Indeks Hagra Konsumen. Hal ini menunjukan presentase berapa banyak kenaikan harga umum dari semua barang – barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun. Kedua telaah tersebut telah dianalisis bersama –sama dengan kurva Phillips yang menunjukan tingkat inflasi yang di plot dengan tingkat pengangguran.
Pada tahun 1958, A. W. Phillips mengamati hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran dengan teori nya yang hingga saat ini terkenal dengan Teori Kurva Philips. Kurva Phillips yang digunakan para ekonom saat ini berbeda dengan dari hubungan yang dipelajari Phillips. Salah satu nya adalah mensubtitusi inflasi harga untuk inflasi upah, dan kemudian disebut dengan Kurva Phillips Modern.
Penerapan kurva phillips di Indonesia diharapkan dapat memberi kejelasan mengenai hubungan inflasi dan pengangguran. Namun, penerapan inflation targetting untuk mencapai inflasi yang rendah dalam jangaka panjang dihadapkan pada kebijakan RAPBN yang tujuanya untuk mengurangi pengangguran.
Ada suatu hubungan terbalik atau negatif dari inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja, maka dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi, dan pembayaranya lebih banyak dari peningkatan biaya produksi per unit, hal tersebut akan diamati dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha yang akan mengembangkan harga produk tersebut. Sebuah proses serupa akan dihadapi oleh suatu perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Harga produk atau jasa dimana tenaga kerja terinstal meningkat, maka kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar. Dapat disimpulkan bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan tingkat pengangguran, maka yang harus ditanggung oleh pemerintah adalah kenaikan tingkat inflasi dalam skala nasional.
Sisi lain dari dampak inflasi adalah meningkatnya jumlah pengangguran. Industri banyak yang mengurangi produksinya, merumahkan karyawannya untuk sementara dan ada pula yang memberhentikan karyawannya untuk sementara dan ada pula yang memberhentikan karyawan dengan alasan untuk melakukan efisiensi. Di banyak Negara sedang berkembang dan Negara-negara miskin, dampak inflasi terhadap lapangan kerja lebih tragis lagi dan angka pengangguran sulit dikendalikan. Kondisi tersebut menjadi lebih parah lagi karena rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM ) terutama jika dibandingkan dengan Tenaga Kerja Asing ( TKA ).Kehadiran TKA seringkali memicu kecemburuan di kalangan tenaga kerja dalam negeri, antara lain karena gaji yang mereka terima jauh lebih besar daripada tenaga kerja dalam negeri, di samping itu mereka lebih banyak mendapatkan fasilitas atau kesejahteraan lainnya. TKA yang bekerja di Indonesia umumnya merupakan satu paket dengan kehadiran Penanaman Modal Asing ( PMA ) dengan alas an untuk memasang mesin-mesin dengan teknologi canggihan serta untuk mengoperasikannya. Jika tidak diizinkan membawa sebagian tenaga keja dari Negara asalnya, mereka akan membatalkan diri untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Inflasi yang tinggi akan mendorong produsen melakukan efisiensi terhadap industrinya , seperti merasionalisasikan tenaga kerja dan restrukturisasi atau melakukan perampingan organisasi perusahaannya yang berakibatkan semakin bertambahnya jumlah pengangguran. Penawaran tenaga kerja kian bertambah sedangkan permintaan terhadap tenaga kerja kian berkurang. Tenaga kerja yang menganggur atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) terpaksa harus mau menerima upah atau gaji yang rendah yang tidak jarang pula lebih rendah nilainya daripada harga barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari mereka.Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para ekonom pada akhir tahun 1950-an. A.W.Phillips di dalam tulisannya dengan judul The Relation Between Unemployment and The Rate of Change of Money Wage Rate in the United Kingdom yang dimuat pada Jurnal Economica edisi bulan November 1958 halaman 285-300 isinya anatara lain memperkenalkan hubungan yang sistematik antara inflasi dan pengangguran yang terjadi di Inggris. Studi yang dilakukan A.W. Phillips mengenai hubungan antara kenaikan tingkat upah dan tingkat pengangguran pada para pekerja di Inggris.
Pembangunan ekonomi menjadi sangat penting bagi Negara – Negara di seluruh dunia, terutama setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Terlebih lagi bagi Negara –Negara yang sedang berkembang, yang awalnya adalah memang Negara bekas jajahan. Namun dalam mewujudkan pembangunan ekonomi itulah, banyak masalah yang terus dihadapi oleh berbagai negara. Masalh  - masalah yang harus dihadapi tersebut adalah ketidak stabilan ekonomi. Ketidak stabilan ekonomi bisa diketahui dengan muncul nya penyakit ekonomi makro. Paling tidak ada tiga penyakit dalam proses pembangunan ekonomi makro, yaitu : masalah inflasi, Pengangguran dan ketimpangan neraca pembayaran (Boediono, 1999).
Masalah pengangguran merupakan momok yang menakutkan apalagi di Negara yang sedang berkembang. Masalah pengangguran juga dihadapi oleh Negara – Negara maju, namun masalah pengangguran di Negara maju lebih mudah diselesaikan, karena hanya berkaitan dengan Bussiness Cycle, berbeda dengan di Negara berkembang, dengan berbagai  masalahnya yakni : Sempitnya lapangan pekerjaan, Ledakan penduduk, Kelangkaan Investasi ataupun masalah sosial politik. Masalah utama dan nyata yang harus dihadapi oleh pemerintah, tetapi perhatian pemerintah tidak harus fokus terhadap pengangguran saja.
Ketidakstabilan ekonomi yang terjadi tidak hanya terkait oleh masalah pengangguran saja, akan tetapi masalah inflasi juga merupakan masalah yang sangat penting yang arus dihadapi oleh semua negara di dunia. Bahkan, peran Bank Sentral di berbagai negara sudah identik dengan peran yang mengadopsi target inflasi, baik secara eksplisit maupun implisit.
Inflasi sering digunakan sebagai target kebijakan pemerintah, karena inflasi juga merupakan masalah yang sangat penting yang tidak bisa diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas. Inflasi pada mulanya di identikan dengan pencetakan uang yang tertalu banyak, yang menyebabkan jumlah uang yang beredar terlalu banyak. Hal tersebut dalpat menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Oleh karena itu inflasi didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga secara umum. Definisi itu sebagai kebalikan dari kenaikan harga hanya pada satu atau dua komoditi saja (Humphreys, 1997).
Inflasi yang tinggi perlu untuk diperhatikan, mengingat dampaknya yang luas bagi perekonomian dan bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lamban dan pengangguran yang kian meningkat. Melihat adanya hal tersebut, mengendalikan inflasi agar stabil begitu penting untuk dilakukan. Menurut Chapra (2000), jika kita hendak melakukan pengobatan, maka tak akan ada pengobatan yang efektif kecuali diarahkan pada masalah utama.
Jika ingin menekan tingkat pengangguran, akan mendorong terjadinya inflasi  yang tinggi dan seterusnya. Pemerintah harus memahami betul beberapa sasaran inflasi dan bagaimana untuk mencapainya. Hal ini bukan merupakan masalah yang mudah, bukan dikarenakan orang – orang tidak suka dengan kenaikan harga, akan tetapi juga karena sasaran inflasi merupakan kunci penentu utama seberapa giat ekonomi menciptakan lapangan pekerjaan.

Kajian Teori
Dalam hukum okun’s law dinyatakan bahwa jumlah pengangguran dalam sebuah Negara akan berbanding terbalik dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. Namun dari teori ini cenderung mengabaikan pertumbuhan jumlah angkatan kerja di sebuah Negara.
Begitu juga keterkaitanya dengan Inflasi, Mankiw menjelaskan bahwa tingkat Inflasi dan Pengangguran adalh sesuatu hal yang memiliki hubungan yang negatif. Dan hal ini menjadikan trade-off pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian dalam skala makro.

Inflasi
            Inflasi adalah kenaikan harga secara umum dan terus menerus. Terdapat tiga penggolongan inflasi (Reksoprayitno, 2000)
-          Inflasi permintaan (demand-pull inflation)
-          Inflasi penawaran (cost-push inflation)
-          Inflasi campuran (mixed inflation)
Inflasi Permintaan
            Inflasi ini terjadi karena dominanya tekanan permintaan agregat. Tekanan ini di tanadai semakin bergesernya kurva AD ke kanan. Tekanan permintaan ini menyebabkan output perekonomian bertambah namun disertai inflasi (Rahardja, 2008). Inflasi permintaan uang terjadi akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat. Teori atau model yang dapat di gunakan dalam analisis ini adalah:
-          Teori Kuantitas Uang
-          Celah Inflasi
-          Pendekatan IS-LM
-          Permintaan – Penawaran Agregatif
Dalam teori Inflasi Permintaan Uang, yang paling tua adalah teori kuantitas uang. Teori ini berpendapat bahwa naik – tururnya tingkat harga tergantung dari naik – turunya jumlah uang yeng beredar dalam perekonomian. Menurut teori ini untuk mengurangi jumlah uang beredar tersebut, rumah tangga akan menaikkan jumlah konsumsi mereka, sehingga permintaan agregat ikut meningkat. Bedasarkan asumsi full-employment, kenaikan permintaan agregat otomatis mengakibatkan kenaikan tingkat harga, oleh karena itu terjadilah inflasi. Proses inflasi ini akan terus terjadi sampai tercapai sebuah keadaan dimana angka perbandingan antara saldo kas nyata dengan pendapatan nyata kembali ke keadaan awal.
Celah inflasi atau inflationary gap, adalah keadaan dimana besarnya inflasi melebihi besarnya tingkat tabungan (saving) dalam keadaan full-employment. Namun pernyataan ini sangat tepat bila digunakan dalam sistem perekonomian tertutup dengan keadaan tanpa kebijakan fiskal. Dalam analisis teori ini terdapat juga deflationary income gap atau besarnya kapasitas produk nasional yang tidak terpakai.
Apabila kita dapat menerima analisis silang Keynes dalam model IS-LM maka dapat dikatakan bahwasemua faktor penyebab bergesernya kurva IS menjauhi titik silang sumbu 0, dan semua faktor yang menyebabkan kurva LM bergeser kekakan, maka merupakan sebab timbulnya inflasi permintaan.
Sama halnya dengan analisis penawaran – permintaan agregat, dalam analisis ini variable tingkat harga berlaku secara eksplisit. Dengan keadaan yang demikian diharapkan analisis ini menjadi lebih baik. Dan dalam analisis ini pula dikatakan bahwa semua gejala yang mengakibatkan kurva LM bergeser atau kurva IS menjauhi tingkat bunga adalah merupakan faktor penyebab timbulnya inflasi permintaan (Reksoprayitno, 2000)
Inflasi Penawaran
            Inflasi ini terjadi karena kenaikan biaya produksi, sehingga menyebabkan penawaran agregat berkurang. Kenaikan biaya produksi ini disebabkan oleh kenaikan harga input pokok (Rahardja, 2008). Terdapat beberapa cara untuk menerangkan inflasi ini, namun cara yang paling umum adalah :
-          Analisis IS-LM
-          Analisis Permintaan – Penawaran Agregat
Dalam analisis IS-LM, inflasi terjadi karna pergeseran kurva LM yang disebabkan oleh perusahaan monopoli yang menggunakan kekuatannya untuk menaikan harga atau oleh para buruh yang menggunakan kekuatan monopsonistiknya dalam menuntut kenaikan gaji. Dalam analisis ini, jika pemerintah tak melakukan kebijakan fiskal maupun moneter maka inflasi akan berhenti dengan sendirinya, yang berarti kurva LM akan bergeser kearah dimana ia menemukan suatu ekuilibrium baru. Namun dalam ekuilibrium ini output nasional lebih sedikit dari pada sebelumnya.
Dalam hal permintaan – penawaran agregat, faktor harga masih mendapat perhatian yang eksplisit. Sebagai akibat dari dimanfaatkanya kedudukan monopoli produsen untuk mencapai keuntungan yang maksimum atau kedudukan monopsoni konsumen untuk memaksimumkan kepuasan mereka dengan upah yang tinggi, maka kurva penawaran agregat akan bergeser ke kiri mendekati tingkat harga. Namun yang paling penting disini adalah, apabila sumber inflasi terhenti maka gejala dari inflasi tersebut juga akan terhenti. Dan apabila dalam keadaan ekuilibrium yang baru maka harga menjadi sangat mahal dan ekuilibrium output nasional lebih kecil (Rahardja, 2008).
Inflasi Campuran
            Inflasi campuran adalah inflasi yang penyebabnya dalah campuran antara demand pull inflation dan cost push inflation. Sekalipun inflasi ini terjadi, yang paling murni terjadi untuk menimbulkan inflasi adalah tarikan permintaan atau dorongan biaya (Rahardja, 2008).
 Pengangguran
Angkatan kerja adalah suatu ukuran yang dilakukan dalam kegiatan produktif seseorang untuk menghasilkan barang dan jasa. Angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur. Golongan yang bekerja (employed persons) adalah sebagian masyarakat yang sudah aktif dalam kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan untuk sebagian masyarakat lainnya, yang sudah tergolong siap bekerja namun masih mencari pekerjaan dapat dikategorikan dalam golongan menganggur. Pengangguran adalah sebagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja maupun sedang mencari pekerjaan, atau sebagian dari tenaga kerja yang tidak terlibat atau tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produksi.
Kelompok pengangguran atau bukan angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain yang menerima pendapatan. Seorang pekerja yang tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja untuk membantu usaha dalam memperoleh penghasilan/keuntungan yang dilakukan oleh seorang rumah tangga atau bukan anggota rumah tangga tanpa mendapat upah/gaji (Kaufman dan Hotchkiss,1999).
Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum memperoleh pekerjaan tersebut. Namun seseorang yang tidak bekerja namun tak aktif dalam mencari pekerjaan tidak termasuk dalam pengangguran. Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan pada pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta (Sukirno, 1994).
Menurut Putong (2002), pengangguran terbagi menjadi tiga jenis antara lain :
-          Pengangguran siklis
-          Pengangguran Friksional
-          Pengangguran Struktural.
Terjadinya pengangguran siklis adalah apabila permintaan lebih rendah daripada output perekonomian ketika kemampuan ekonomi suatu bangsa lebih dari kemampuan yang dapat seharusnya dicapai. Atau dapat pula dikatakan apabila GNP actual lebih rendah dari GNP potensial. GNP potensial sendiri adalah GNP yang dapat dihasilkan dalam kondisi full employment. Dikatakan pula bahwa pengangguran siklis merupakan jenis pengangguran terpaksa, disebabkan karena banyaknya tenaga kerja yang ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku namun kurangnya lapangan pekerjaan atau bahkan tidak ada lapangan pekerjaan yang tersisa. Pengangguran ini dapat diukur dari jumlah orang yang bekerja dikurangi jumlah orang yang seharusnya mempunyai pekerjaan pada tingkat pendapatan nasional.

Sedangkan untuk pengangguran friksional, terjadinya karena adanya perputaran atau siklus dalam lingkup pekerjaan dan ketenagakerjaan. Dapat pula terjadi karena adanya angkatan kerja baru yang siap memasuki lapangan kerja dan adapula yang keluar dari pekerjaan. Dapat juga dikatakan bahwa pengangguran friksional merupakan orang yang menganggur sambil mencari pekerjaan. Karena itu pengangguran friksional dapat juga disebut sebagai pengangguran sukarela.

Untuk pengangguran structural, adalah pengangguran yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja. Struktur ini bisa bedasarkan pendidikan dan keterampilan, jenis kelamin, pekerjaan, industry, geografi, informasi, dan strukstur permintaan tenaga kerja. Sifat pengangguran ini biasanya alamiah, misalnya karena adanya trend kebutuhan kerja dengan spesifikasi dan keahlian tertentu atau bisa pula karena kebijakan pemerintah. Selain itu pengangguran ini muncul ketika tidak memiliki segala keahlian, pelatihan, pengalaman, dan preferensi geografis yang sesuai dengan segala pekerjaan yang ditawarkan dalam suatu perekonomian.
Sedangkan menurut Putong (2000) berdasarkan praktiknya pengangguran dapat digolongkan menjadi penganggur penuh dan setengah menganggur. Pengangguran penuh adalah pengangguran yang benar - benar tidak  dan belum memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan. Sedangkan setengah menganggur ialah orang bekerja namun tenaganya tidak proposional dengan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan, atu jam kerjanya tidak sampai jam kerja produktif,  yang kadang pula disebut pula pengangguran tak kentara. Disebut pula bahwa setengah menganggur ini orang yang bekerja namu tidak sesuai dengan pendidikan dan keahlian juga disebut sebagai penganggur atau disebut juga pengangguran yang tidak menganggur.
Dalam pengangguran structural terdapata penggolongan pengangguran sukarela. Hal ini karena tidak bersedianya ditempatkan, ataupun alasan laiinya ialah menolak pekerjaan karena alasan pendidikan yang tinggi atau mau bekerja meskipun tidak sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya.
Kurva Phillips
            Dalam istilah yang sederhana, Kurva Phillips adalah sebuah grafik yang menunjukan hubungan antara angka inflasi dan angka pengangguran. Pada umumnya teori Kurva Phillips agak berbeda dengan kurva AS, namun kebanyakan ekonom berpendapat bahwa pandangan yang didapatkan dari analisis AS/AD yang menyangkut tingkat harga juga berperilaku untuk tingkat inflasi.
            Dalam kurva dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang sangat halus antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi. Kurva ini menunjukan hubungan antara inflasi dan pengangguran. Pada tingkat inflasi yang rendah kita harus menerima tingginya tingkat pengangguran, dan pada angka pengangguran yang rendah kita harus menerima tingginya tingkat inflasi (Case and Fair, 2004)
            Kurva tersebut menunjukan kombinasi nilai presentase perubahan upah nominal dengan presentase pengangguran yang terjadi. Dalam kurva Phillips lama terdapat titik – titik dalam kurva membentuk diagram pencar atau scatter diagram dan dapat diketahui garis regresinya. Garis regresi tersebut adalah garis yang mewakili titik – titik. Garis tersebut dihasilkan dari presentase perubahan upah nominal dengan presentase pengangguran, dan inilah yang disebut Kuva Phillips .
Kurva Phillips yang sudah direvisi memiliki hubungan dengan kurva phillips yang lama. Didalam gambar dapat dilihat bahwa kurva Phillips menunjukan trade-off antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi. Seluruh Negara di dunia mengingingkan tingkat penagangguran yang rendah dibarengi oleh tingkat inflasi yang rendah, namu kenyataanya jika terjadi tingkat penganguuran yang rendah maka akan terjadi tingkat inflasi yang tinggi, sebaliknya jika dihadapkan pada tingkat inflasi yang rendah maka tingkat pengangguran yang akan meningkat (Soediyono, 2000)

Analisis AS/AD dan Kurva Phillips
            Jika kurva AD bergeser setiap tahun namun kurva AS tidak mengalami pergeseran maka nilai P dan Y tiap tahun berada pada kurva AS. Bagan hubungan antara P dan Y bergeser ke atas, disisi lain bagan hubungan antara tingkat inflasi san pengangguran akan bergeser kebawah. Dengan kata lain kita akan melihat hubungan Negatif antara Tingkat Inflasi dan Pengangguran.
            Jika Hanya terjadi pergeseran Kurva AS tanpa pergeseran kurva AD maka terjadi hubungan negatif antara P dan Y. Namun jikan AD dan AS keduanya bergeser maka tak ada hubungan yang sistematis antara P dan Y.
            Jika tingkat Inflasi bergantung pada harapan, maka kurva Phillips akan bergeser mengikuti perubahan harapan. Jika ada kenaikan harapan akan inflasi maka akibatnya adalah kenaikan tingkat inflasi, walaupun tingkat pengangguran tidak berubah. Jika tak ada perubahan pada inflasi maka kurva phillips tak akan bergeser. Jika ada harapan kenaikan inflasi maka kurva Phillips akan bergeser ke kanan, dan jika sebaliknya maka kurva phillips akan bergeser ke kiri. Maka akan terjadi sedikit kenaikan tingkat inflasi pada tingkat pengangguran tertentu (Case and Fair, 2004)
Keynesian : Short Run Phillips Curve
            Hasil temuan Profesor Phillips di adopsi oleh Keynesian untuk menjelaskan adanya trade-off antara inflasi dan pengangguran. Seperti kurva Phillips sebelumnya, jika ingin mengurangi tingkat pengangguran maka harga yang harus dibayar adalah tingginya tingkat inflasi. Dalam metode Keynesian, trade-off antara inflasi dan pengangguran dapat dianalisis menggunakan kurva AD-AS.
            Asumsi AD-AS adalah jangka pendek. Faktor produksi umum bersifat tetap (fixed input). Karena itu pertumbuhan penawaran agregat (AS) tidak bisa secepat pertumbuhan permintaan agregat (AD). Dalam hal ini tenaga kerja merupakan input tetap.
Jika penawaran agregat (AS) tidak bisa tumbuh lebih cepat dari permintaan agregat (AD) maka pertumbuhan ekonomi jangka pendek diikuti oleh inflasi. Dan jika ada anggapan bahwa terdapat hubungan yang tetap antara kesempatan kerja (N) dengan tingkat output(Y), maka bertambahnya output akan menambah kesempatan kerja (N2 > N1 > N0). Karena jumlah tenaga kerja dianggap tetap, maka penambahan tenaga kerja akan mengurangi pegangguran (U), maka U2 < U1 < U0. Dalam analisis ini yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara P dan U, jika P naik maka U akan turun (Rahardja, 2008).
Klasik : Long Run Phillips Curve
            Menurut teori klasik, tidak ada trade-off  antara inflasi dan pengangguran, hal ini dikarenakan hasil analisis jangka pendek berbeda dengan analisis jangka panjang. Karna menurut kaum Klasik, kelemahan dari analisis Keynesian adalah dalam dimensi waktu yang berjangka pendek.
Menurut kaum Klasik, dalam jangka panjang perekonomian berada dalam kondisi full employment. Dan bentuk kurva AS menjadi tegak lurus, sehingga peningkatan permintaan agregat hanya akan menyebabkan inflasi (P2 > P1 > P0 ), sementara outpu tidak bertambah atau tetap. Karena itu, maka kurva Phillips jangka panjang berbentuk tegak lurus, sejajar dengan kurva AS. Oleh karena itu kaum Klasik mengatakan bahwa tidak ada trade-off antara inflasi dan pengangguran dalam jangka panjang (Rahardja, 2008).

Pembahasan
Masalah pengangguran merupakan momok yang menakutkan apalagi di Negara yang sedang berkembang. Masalah pengangguran juga dihadapi oleh Negara – Negara maju, namun masalah pengangguran di Negara maju lebih mudah diselesaikan, karena hanya berkaitan dengan Bussiness Cycle, berbeda dengan di Negara berkembang, dengan berbagai  masalahnya yakni : Sempitnya lapangan pekerjaan, Ledakan penduduk, Kelangkaan Investasi ataupun masalah sosial politik. Masalah utama dan nyata yang harus dihadapi oleh pemerintah, tetapi perhatian pemerintah tidak harus fokus terhadap pengangguran saja.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang atau redenominasi secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, namun bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Dengan kata lain tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling memengaruhi antar sektor. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang dan jumlah uang yang beredar yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Inflasi sering digunakan sebagai target kebijakan pemerintah, karena inflasi juga merupakan masalah yang sangat penting yang tidak bisa diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas. Inflasi pada mulanya di identikan dengan pencetakan uang yang tertalu banyak, yang menyebabkan jumlah uang yang beredar terlalu banyak. Hal tersebut dalpat menyebabkan terjadinya kenaikan harga.
Menurut J.M Keyness, hubungan antara variavel moneter dengan variabel ekonomi riil sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu. Model Keynessian menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan permintaan tenaga kerja tidak sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah kelebihan penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh Kurva Phillips yang menyatakan bahwa tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran sekarang.
Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Rahardja, 2008):
a.       Kenaikan harga
b.      Bersifat umum
c.       Berlangsung terus menerus
Sedangkan pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara lain pengangguran terbuka (open unemployment) bedasarkan pada konsep seluruh angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam satu minggu, dan setengah penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam dalam satu minggu (Kuncoro, 2006).
Tingkat pengangguran dalam suatu Negara dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Dan akibat jangka panjang dari pengangguran adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang.
Pada tahun 1958, dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi (Reksoprayitno, 2000).

Argumentasi untuk menjelaskan kurva phillips dirumuskan dengan formulasi sebagai berikut (Yuliadi,2008):
Laju inflasi = Tingkat kenaikan upah – Tingkat kenaikan produktivitas
Dari kurva phillips tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi harapan inflasi akan semakin cepat pula kenaikan tingkat upah (Suparmoko, 2000).
Ketidakstabilan ekonomi yang terjadi tidak hanya terkait oleh masalah pengangguran saja, akan tetapi masalah inflasi juga merupakan masalah yang sangat penting yang arus dihadapi oleh semua negara di dunia. Bahkan, peran Bank Sentral di berbagai negara sudah identik dengan peran yang mengadopsi target inflasi, baik secara eksplisit maupun implisit.
Ada empat faktor yang menentukan tingkat inflasi. Pertama, uang yang beredar baik uang tunai maupun giro. Kedua, perbandingan antara sektor moneter dan fisik barang yang tersedia. Ketiga, tingkat suku bunga bank juga ikut mempengaruhi laju inflasi. Karena suku bunga di Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan negara di kawasan Asia. Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor fisik prasarana. Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh kebijakan pemerintah yang menarik subisidi sehingga harga listrik dan BBM meningkat. Kenaikan BBM tersebut cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat menimbulkan multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang lainnya yang dalam proses produksi maupun distribusinya menggunakan BBM.
Inflasi senantiasa merupakan ‘momok’ yang mencekam perekonomian. Inflasi adalah kenaikan harga yang berlangsung secara terus menerus. Kenaikan harga yang berlangsung sekali atau dua kali saja atau kenaikan harga insidental, lalu reda kembali bukan inflasi namanya. Kenaikan harga insidental seperti ini sering kita jumpai, misalnya menjelang datangnya bulan Ramadhan atau Idul Fitri. Menjelang saat istimewa seperti itu, permintaan orang akan barang dan jasa meningkat. Oleh karenanya supply tidak dapat menyusul demand sehingga menyebabkan kenaikan harga. Nanti sesudah lebaran, permintaan masyarakat turun lagi ke tingkat normal dan hargapun turun pula. Hal ini bukan disebut sebagai inflasi (Rosyidi, 2005).
Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Tingkat inflasi adalah persentase perubahan pada indeks harga dari satu periode ke periode berikutnya. Indeks harga pokok adalah indeks harga konsumen (CPI) dan GDP Deflator. Seperti penyakit, inflasi bersal dari banyak sebab. Terkadang, inflasi yang melambung menyebabkan harga naik sebesar 10 atau bahkan hingga 100 persen bahkan sampai 200 persen setiap tahunnya. Inflasi berlebihan ketika mencetak uang untuk menekan mata uang dan harga mulai naik dalam setiap bulan.
Inflasi mempengaruhi perekonomian melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan dan melalui ketidakefisienan. Inflasi yang tidak terantisipasi sering menguntungkan debitur, pencari keuntungan dan siap menerima resiko. Hal tersebut tentu sangat merugikan kreditur, kelas berpendapatan tetap dan menakuti para investor. Inflasi menimbulkan penyimpangan pada harga relatif, tarif pajak, dan tingkat bunga nyata. Orang-orang lebih sering pergi ke bank, pajak naik perlahan, dan ukuran pendapatan mungkin akan terganggu. Dan ketika bank sentral mengambil langkah untuk menurunkan inflasi, biaya nyata untuk menurunkan output dan ketenagakerjaan bisa menjadi begitu besar.
Inflasi juga menimbulkan sejumlah efek bencana lain, yaitu mendistorsi dasar perekonomian diantaranya kalkulasi bisnis. Karena harga-harga tidak berubah secara serentak, hal ini menyulitkan bisnis dalam membedakan mana perubahan yang sementara dan mana perubahan yang langgeng, akan sulit bagi pebisnis untuk mengukur permintaan konsumen ataupun biaya operasional mereka (Syahdan, 2007).
Setiap saat, perekonomian memiliki tingkat inflasi yang diharapkan. Inilah tingkatan dimana orang-orang mulai mengantisipasi dan mempertimbangkan inflasi dalam kontrak kerja dan perjanjian lainnya. Tingkat inflasi harapan merupakan keseimbangan jangka pendek dan bertahan sampai terjadi goncangan ekonomi.
Pada kenyataannya, perekonomian terus mengalami goncangan harga. Goncangan terberat yang menjauhkan inflasi dari tingkat inertial adalah cost push inflation and demand pull inflation. Demand pull inflation berasal dari pengeluaran yang berlebihan untuk belanja barang, menyebabkan kurva permintaan keseluruhan bergeser ke kanan atas. Upah dan harga kemudian naik di pasaran. Cost push inflation adalah fenomena baru pada perekonomian industri modern dan terjadi ketika biaya produksi naik walau pada masa tingginya pengangguran dan kapasitas tidak terpakai.
Kurva Phillips menunjukkan hubungan antara inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek, penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva jangka Phillips jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran di bawah NAIRU (Non – Accelerating Inflation Rate of Unemployment), maka inflasi akan cenderung naik.
Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko kenaikan inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumber daya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Phillips jangka panjang adalah vertikal (Samuelson dan Nordhaus, 2004 dan Rahardja, 2008).
Tingginya angka inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Untuk bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti sebelumnya, para pekerja harus mendapatkan gaji paling tidak sebesar tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat tidak lagi mampu membeli barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang diproduksi tidak ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan akan berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas berkurangnya keuntungan perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong perusahaan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja nya dengan mem – PHK (Putus Hubungan Kerja) para buruh.
Salah satu dari jalan keluar dari krisis ini adalah menstabilkan rupiah. Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya tergantung kepada money suplly dari IMF, tetapi juga investor asing (global investment society) mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia (capital inflow). Karena hal inilah maka pengendalian laju inflasi adalah penting dalam rangka mengendalikan angka pengangguran.
Keadaan di Indonesia
            Dalam teori yang telah kita bahas, bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi. Berikut data inflasi dan pengangguran di Indonesia
Tahun
Tingkat Pengangguran
Tingkat Inflasi
2002
9.06 %
10.00 %
2003
9.50 %
5.10 %
2004
9.86 %
6.40 %
2005
10.26 %
17.11 %

Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju inflasi nasional mampu dipertahankan di bawah angka sepuluh persen, namun pada tahun 2005 laju inflasi akhirnya menembus angka 17.11 persen di barengi pada tahun 2002 mencapai 10.00 persen. Laju inflasi tahun 2005 itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan inflasi pada tahun 2004 yang hanya mencapai 6.40 persen. Hal ini disebabkan inflasi yang ditimbulkan dari pengurangan subsidi BBM, sehingga menaikan harga – harga pada tahun 2005. Masyarakatpun memiliki daya beli yang lema dan berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia.
            Daya beli masyarakat yang menurun jelas menurunkan investasi. Jika investasi menurun maka perusahaan akan memperoleh profit yang menururn, ditambah lagi tingginya pajak yang di tetapkan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan investasi sulit berkembang dan kesempatan kerja semakin sempit. Keadaan seperti ini otomatis menambah tingkat pengangguran semakin tinggi.
            Disinilah kita mengerti pentingnya peran pemerintah dalam mengatasi pengangguran dan inflasi. Kondisi yang terjadi adalah, inflasi memebaik tapi tidak dibarengi dengan membaik atau berkurangnya tingkat pengangguran yang ada. Sehingga roda perekonomian bisa dikataka macet.
Ini membuktikan tingginya laju inflasi di negara kita lebih banyak
dipengaruhi sektor riil, bukan sektor moneter. Jika kita mengambil
kesimpulan mengenai masalah inflasi di Indonesia bahwa ternyata laju inflasi
tidak semata ditentukan faktor moneter, tapi juga faktor fisik. Ada empat
faktor yang menentukan tingkat inflasi. Pertama, uang yang beredar baik uang
tunai maupun giro. Kedua, perbandingan antara sektor moneter dan fisik
barang yang tersedia. Ketiga, tingkat suku bunga bank juga ikut mempengaruhi
laju inflasi. Suku bunga di Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan
negara di kawasan Asia. Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor fisik
prasarana. Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh kebijakan pemerintah
yang menarik subisidi sehingga harga listrik dan BBM meningkat. Kenaikan BBM ini telah menggenjot tingkat inflasi tahun 2005 hingga mencapai 17.11 persen. Dan efek domino yang ditimbulkan pun masih menjadi pemicu kenaikan harga lainya.
Kesimpulan
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum batang-barang secara terus-menerus. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu nik dengan persentase yang sama. Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
Kerugian dari pengangguran merupakan beban kejiwaan, keuangan dan sosial bagi para pengangguran. Disamping itu juga terdapat kerugian output yang hanya diseimbangi oleh sedikitnya waktu luang yang dapt dinikmati oleh pengangguran. Dipihak lain pengangguran bersifat tidak sukarela. Begitu juga dengan inflasi. Inflasi yang tidak dapat diselesaikan secara sempurna mengakibatkan pendistribusian kembali antar sektor. Inflasi yang tidak diharapkan menguntungkan para debitur moneter dan merugikan para kreditur moneter.
Kurva Phillips menggambarkan trade-off antara tingkat inflasi dan pengangguran. Kurva ini menunjukan kombinasi nilai presentase perubahan upah nominal dengan presentase pengangguran yang terjadi. Seluruh Negara di dunia mengingingkan tingkat penagangguran yang rendah dibarengi oleh tingkat inflasi yang rendah, namu kenyataanya jika terjadi tingkat penganguuran yang rendah maka akan terjadi tingkat inflasi yang tinggi, sebaliknya jika dihadapkan pada tingkat inflasi yang rendah maka tingkat pengangguran yang akan meningkat.
Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
Daftar Pustaka
-       Agus Sugiono. 2001. Ringkasan Pemikiran Keynesian Baru. Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada.
-       Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia Berbagai Edisi. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
-       Case, Karl E. and Fair, Ray C. Macroeconomic . PT. Index Gramedia. Jakarta : 2004.
-       Dharendra Wardhana. 2006. Pengangguran Struktural Di Indonesia: Keterangan Dari Analisis SVAR Dalam Kerangka Hysteresis. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol.3 no., 2006. Universitas Gadjah Mada.
-       Dornburch, Rudiger and Fischer, Stanley . Makroekonomi . Erlangga. Jakarta : 1997.
-       Endang Setyowati. 2007. Model Dinamis Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Pengangguran di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol.5 no.3 November 2011.
-        Kuncoro, Mudrajad. Ekonomi Pembangunan. Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN. Yogyakarta : 2006.
-       Mankiw, N. Gregory. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit Salemba Empat. Jakarta : 2006.
-       Manurung, Jonni dan Manurung, Adler Haymans. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Penerbit Salemba Empat. Jakarta : 2009.
-       Putong, Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro & Makro : Edisi 2. Jakarta: Ghalia Indonesia
-       Rahardja, Prahatma dan Manurung, Mandala. Pengantar Ilmu Ekonomi. Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia. Jakarta : 2008.
-       Reksoprayitno, Soediyono. Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta : 2000.
-       Reni Wulandari. 2006. Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran di Indonesia. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiah Malang, 2006.
-       Rosyidi, Suherman. Pengantar Teori Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2005.
-       Sadono Sukirno. 1994. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
-       Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D. Ilmu Makroekonomi. PT. Media Global Edukasi. Jakarta : 2004.
-       Solikin. 2004. Kurva Phillips dan Perubahan Struktural di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2004.
-       Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta : 2010.

-       Suparmoko. Pengantar Ekonomika Makro. BPFE. Yogyakarta : 2000.